watch sexy videos at nza-vids!

MUKJIZAT-MUKJIZAT NABAWIAH


Keshahihan dan kesalahan dalam masalah-masalah ini tidaklah semata-mata disebabkan oleh pendapat atau hawa nafsu dan emosi, tetapi ditentukan oleh sanad-sanad.

Orang-orang dalam masalah ini -masalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang bersifat material- ada tiga macam:

Pertama:
Orang yang berlebihan dalam membenarkan dan menjadikan sanad dan dalil adalah sesuatu yang tercantum dalam kitab-kitab, apakah itu merupakan kitab ulama periode terdahulu maupun belakangan, yang menyaring riwayat-riwayat atau tidak, yang bersesuaian dengan pokok-pokoknya atau bahkan menyalahinya, dan apakah kitab-kitab itu diterima oleh para ulama peneliti atau tidak.

Yang penting hal itu diriwayatkan dalam sebuah kitab, meskipun tidak diketahui pengarangnya, atau disebutkan dalam sebuah kasidah yang berisi pujian terhadap Nabi saw, atau dalam kisah Maulid yang sebagiannya dibaca di bulan Rabiul Awxval setiap tahun dan sebagainya.

Ini pemikiran awam yang tidak perlu dibicarakan. Kitab-kitab itu berisi riwayat yang baik dan buruk, benar dan salah, shahih? dan palsu (dibuat-buat).

Peradaban agama kita telah tercemar oleh para pengarang semacam ini, yang menerima "kisah-kisah khayalan" dan mengisi lembaran kitab-kitab mereka, meskipun menyalahi riwayat yang shahih dan akal sehat.

Sebagian pengarang tidak memperhatikan kebenaran riwayat dari kisah-kisah ini dengan alasan tidak ada hubungannya dengan penetapan hukum syariat, baik mengenai halal atau haram dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila meriwayatkan mengenai halal dan haram, mereka bersikap keras dalam menyelidiki sanad-sanad, mengkritik para rawi dan menyaring riwayat-riwayatnya.

Namun, apabila meriwayatkan tentang amalan-amalan utama, At-Targhib wat-Tarhib, misalnya mukjizat dan sebagainya, mereka pun menyepelekan dan bersikap toleran.

Ada pula pengarang yang menyebut riwayat-riwayat dengan sanad-sanadnya - Fulan dari Fulan dari Fulan - tetapi mereka tidak memperhatikan nilai sanad-sanad ini. Apakah shahih atau tidak? Nilai para rawinya, apakah mereka tsiqat (dapat dipercaya), dapat diterima, lemah tercela, atau pendusta tertolak? Mereka beralasan bahwa apabila mereka menyebut sanadnya, maka mereka telah bebas dari tanggung jawab dan terlepas dari ikatan.

Hal itu hanya cocok dan cukup bagi para ulama di zaman-zaman permulaan. Adapun di zaman-zaman belakangan, khususnya di masa kita seperti sekarang ini, maka penyebutan sanad tidaklah berarti apa-apa. Orang-orang hanya mengandalkan penukilan dari kitab-kitab tanpa memandang sanad.

Ini adalah sikap mayoritas penulis dan pengarang di zaman kita ketika mereka mengutip dari Tarikh Thabari atau Thabaqat Ibnu Sa'ad dan lain-lain.

Kedua:
Orang yang berlebihan dalam menolak dan mengingkari mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda alamiah yang nyata. Alasannya dalam hal itu ialah, bahwa mukjizat Nabi Muhammad saw. adalah Al-Qur'anul Karim.

Didalamnya terdapat tantangan agar orang-orang mendatangkan (membuat) Al-Qur'an seperti itu, sepuluh surat atau cukup satu surat saja yang seperti itu.

Tatkala kaum musyrikin minta dari Rasulullah saw. agar mengeluarkan tanda-tanda alamiah supaya mereka mempercayainya, maka turunlah ayat Al-Qur'an yang menyatakan penolakan tegas terhadap permintaan mereka.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'."(Q.s. Al-Isra':90).

"Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya. " (Q.s. Al-Isra':91).

"Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat bertatap muka dengan kami." (Q.s. Al-Isra':92).

selanjutnya..


back to index